Posted by : Unknown Tuesday, October 1, 2013


Hidup yang penuh dengan integritas akan seringkali berhadapan dengan dilema. Apakah orang akan berpegang pada prinsip, ketika prinsip itu mungkin saja akan membunuh diri dan keluarganya? Ketika prinsip itu mungkin saja mengorbankan mata pencahariannya? Ketika prinsip itu bisa dengan mudah diganti dengan keuntungan material nan memikat mata?

Situasi semacam itu mencipkan konflik batin, tak pelak hati tersiksa berhadapan dengan tekanan sistem. Namun integritas mengandung misteri, yakni ia tak mati ditekan situasi. Di dalam dilema dan konflik, ia justru semakin terasah dan teruji.

Di zaman sekarang ini orang tak tahan dengan dilema diri. Situasi menekan dan orang langsung pergi menyelamatkan diri. Konflik batin adalah situasi yang menyakitkan, maka orang meninggalkannya. Tanpa konflik batin dan upaya untuk memaknainya, orang akan hanyut di sungai-sungai kehidupan, dan integritas akan semakin jauh dari dirinya.

Yang tercipta kemudian adalah manusia dengan individu culas. Lahirlah koruptor waktu, uang, dan bahkan penipu dengan wajah memelas. Manusia yang individunya takut berkonflik dengan dirinya sendiri melahirkan para penjahat yang tak punya hati nurani. Mereka menghisap keberadaban manusia, tanpa pernah berpikir untuk berhenti.

Bukan Fundamentalisme
Perlu juga disadari bahwa integritas berbeda dengan sikap keras kepala. Integritas adalah paradoks yang berakar pada hidup yang bijaksana. Di satu sisi keteguhan prinsip tetap menyala. Namun di sisi lain fleksibilitas dalam penerapan yang berakar pada konteks tetap ada.

Maka integritas juga berbeda dengan sikap mental fundamentalis. Sikap fundamentalis lahir dari hidup yang tak dikaji secara mendalam, dan secara perlahan membuat hati nurani terkikis. Sikap fundamentalis tak mengenal fleksibilitas dan konteks dalam penerapan. Sementara mental integritas justru memberi ruang cukup besar bagi kebebasan, namun dalam rambu-rambu prinsip yang tak tergoyahkan.

Di zaman sekarang ini orang tidak memahami pembedaan yang tipis ini. Integritas disamakan dengan sikap keras kepala dan bangga diri. Integritas disamakan dengan sikap tak berpikir dalam menerapkan suatu ajaran. Yang tercipta kemudian adalah manusia keras kepala, irasional, dan anti perubahan. Ingatlah bahwa integritas berbeda dengan kebebalan.

Maka pembedaan antara integritas, sikap keras kepala, dan mental fundamentalis perlu untuk dipahami dan dihayati . Jika tidak manusia akan terjebak pada lingkaran kebebalan. Kebebalan akan membuat manusia tak bisa membaca gerak jaman. Ia pun akan ditinggalkan oleh kereta kemajuan.

Budaya Unggul
Budaya unggul dalam organisasi juga membutuhkan sikap integritas dari individu-individu yang terkait di dalamnya. Integritas lahir dari kebebasan yang dewasa. Kedua hal itu menghasilkan inovasi yang bermakna untuk organisasi dan masyarakat. Organisasi tidak hanya menyediakan mata pencaharian bagi anggotanya, tetapi juga makna yang meningkatkan kualitas hidupnya.

sekarang, budaya unggul di dalam organisasi nyaris tidak tercipta. Banyak organisasi bagaikan hidup segan mati tak mau. Semuanya sekedar rutinitas dan kewajiban, tanpa roh yang menjiwai. Inovasi mati dan bahkan justru dianggap sebagai alergi yang harus dihindari.

Ini semua terjadi karena individu di dalam organisasi hidup tanpa integritas. Mereka memiliki mental ikut arus. Mereka tidak mengenali dan mengembangkan kemampuan diri. Untuk mencegah pengeroposan organisasi lebih jauh, maka prinsip utama dan pertama pengembangan di dalam organisasi adalah penciptaan dan pelestarian integritas diri.

Bagaimana?
Esensi dari integritas adalah otonomi dan otentisitas. Keduanya hanya terbangun di dalam iklim kebebasan. Di titik ini kebebasan tidak berarti kebebasan tanpa aturan. Kebebasan dalam konteks integritas adalah kebebasan yang dibalut dengan prinsip-prinsip hidup yang tak tergoyahkan.

Maka yang perlu diciptakan adalah iklim kebebasan berpikir dan berekspresi yang dibalut dengan prinsip-prinsip yang mendalam. Iklim perbedaan sudut pandang harus diciptakan, dan disertai dengan argumentasi rasional yang mendasari masing-masing perbedaan. Kebebasan berekspresi harus ditonjolkan dalam bentuk kemerdekaan berpendapat, dan keberanian menampilkan citra diri seutuhnya. Hanya di dalam iklim semacam itulah integritas bisa tumbuh dan berkembang.


Di Indonesia orang takut dengan kebebasan. Kebebasan disamakan begitu saja dengan pemberontakan. Kaum religius takut umatnya akan menjadi ragu. Kaum feodal pendidikan takut muridnya tidak lagi patuh. Keduanya adalah kesalahan berpikir soal kebebasan.

Yang perlu disadari adalah, bahwa kebebasan itu butuh waktu untuk menciptakan tradisinya. Kebebasan perlu kesabaran untuk membuktikan keunggulannya. Kebebasan itu kemudian diterjemahkan di dalam kebijakan yang manusiawi. Itulah iklim yang bisa melahirkan integritas diri.

Integritas bukan buih moral tanpa makna. Integritas adalah soal eksistensi kita sebagai manusia. Meremehkannya sama dengan menggiring kita perlahan menuju kehancuran. Integritas adalah lembar tipis yang memisahkan kita dari ketiadaan.


*Muhammad Renaldy, Ketua Umum HMI Komisariat Teknik Unsyiah Periode 2009-2010

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Wikipedia

Search results


Powered by Blogger.

Popular Posts

Copyright © HMI Kom. Teknik Unsyiah

Designed by Amirul Mukminin