Archive for 2013-06-02

Komitmen Dan Konsisten Ibadah Malam




Tak mudah membiasakan diri bangun pada malam hari. Butuh komitmen dan konsistensi untuk menghidupkan malam dengan beribadah. 

Pendiri sekaligus pengasuh Ar Rahman Quranic Learning Islamic Center(AQLIC) Ustaz Bachtiar Nasir Lc MPd berbagi sejumlah kiat agar mudah terbangun untuk menunaikan shalat Malam.

Pertama, mantapkan niat. Kedua, tanamkan kesungguhan untuk bangun dan ketiga, meminta kepada Allah agar kita bisa dipilih menjadi salah satu hamba-Nya yang bangun. 

“Ingat, saat tidur manusia diikat oleh tiga ikatan dan kita harus melepas ikatan itu,” ungkap Ustaz Bachtiar Nasir menjelaskan.

Pada malam hari, tuturnya, saat manusia terlelap sesungguhnya mereka diikat oleh tiga ikatan. Ikatan-ikatan itu akan lepas saat kita terbangun. 

Saat kita menyebut nama Allah, ikatan pertama lepas. Saat kita bangun dan berwudhu, ikatan kedua lepas. Saat kita mendirikan shalat, ikatan ketiga terlepas.

Sesungguhnya, hati yang lalai, keras, dan terlalu banyak nafsu juga menjadi penyebab sulitnya manusia terbangun saat malam, ungkapnya. 

Alasan-alasan lain secara fisik, termasuk terlalu lelah bekerja, kebanyakan makan, terlambat tidur, atau mungkin kamar yang ditempatinya tidur terlalu nyaman. Maka dari itu, Rasulullah saw sering kali menjauhi kenikmatan agar lambungnya menjauh dari kasur.

Seyogyanya, katanya, bergaullah dengan sesama Muslim dalam menyebarkan kebaikan dan ajakan shalat Malam. Sebarkan pengetahuan agar mereka mengerti makna yang terkandung dalam Surah adz-Dzariyat ayat 17 dan 18. 

Bergabunglah dalam komunitas, seperti Tahajud Call. Ini sebagai upaya mengajak Muslim lain beribadah malam. Rasulullah sendiri memulai dalam lingkungan keluarganya dahulu dan membujuk anak-anaknya.

Anak perempuan Ahmad bin Hanbal menanyakan dua hal sebelum sang tamu pulang keesokan harinya. Pertama, tamunya itu makan banyak, padahal ia terkenal zuhud. Kedua, mengapa hanya shalat Malam dua rakaat? 

Jawaban pertama, Syafii menunturkan jika bertamu ke rumah orang saleh maka makanannya seperti obat. Kedua, saat malam tadi, begitu ia selesai shalat malam, satu potongan ayat yang ia baca menginspirasinya membuat 13 rumusan usul fikih. Tanpa sadar, ia menulis hingga Subuh.


Intinya, cerita ini menunjukkan betapa dekatnya jarak antara Allah dan hamba-Nya jika ia melaksanakan shalat malam dan berdoa.

Allah SWT langsung mewujudkannya. Buktikan bahwa mereka yang menafkahkan penghasilannya dengan sedekah dan infak merupakan orang yang shalat malamnya teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-harinya.

Orang yang sering terbangun saat malam pun tak lantas bermalas-malasan saat siang, tapi tampak seperti memiliki semangat para penunggang kuda.

Agar terbiasa shalat Tahajud, kata Ustazah Nurma Nugraha, perlu langkah pemaksaan diri. “Paksakan, kalau tidak, kita tidak akan bisa bangun,” ujarnya.

Tahajjud

Pekerjaan shalat dan sabar itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang khusyuk karena pekerjaan ini amat berat. Orang-orang yang belum meyakini dan tidak mengetahui keindahan shalat, mungkin mereka akan berlaku seperti Rasulullah yang kakinya sampai bengkak karena lamanya ia berdiri saat shalat Malam.

Sebagai muslim, apakah kita tidak malu kepada Rasulullah saw yang setelah terjamin mendapat surga, tapi masih bersujud di tengah malam.


Muslim yang sering melaksanakan shalat, ia akan memiliki pikiran yang jernih. Ia tak akan gentar menghadapi kesulitan hidup, sebab bagaimanapun kerasnya hidup, ia yakin bahwa ia memiliki Allah yang Maha Perkasa sebagai tempatnya memohon perlindungan.

Sesungguhnya, tetesan air mata hamba yang meminta tolong kepada Allah merupakan tetesan air mata yang dibanggakan oleh-Nya.

Sesuai firman Allah, “Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku perkenankan. Siapa yang meminta kepada-Ku, Aku beri; siapa yang memohon ampun kepada-Ku, Aku ampuni.”
Ia mengisahkan kisah dari salaf. Imam Syafii memenuhi undangan Imam Ahmad atas nama anak perempuannya. Pencetus mazhab Syafii itu pun menginap di kediaman sahibnya tersebut. 

Damanhuri Zuhri
Sumber : Republika.co.id
Monday, June 3, 2013
Posted by Unknown
Tag :

Beginilah Cara Mereka Menghancurkan Kita



Beginilah mereka menghancurkan kita, lalu bagaimana sikap kita…?!


Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.
Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?


Asep Juju
Sumber : Arrahmah.com

Sunday, June 2, 2013
Posted by Unknown
Tag :

Wikipedia

Search results


Powered by Blogger.

Popular Posts

Copyright © HMI Kom. Teknik Unsyiah

Designed by Amirul Mukminin