- Back to Home »
- Cerpen »
- Beginilah Cara Mereka Menghancurkan Kita
Posted by : Unknown
Sunday, June 2, 2013

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas
sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan
kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya
punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan
ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya
angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti
dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan
tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang
perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya
angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.
Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat
sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi
kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada
murid-muridnya.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat
membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh
musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu
menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal
tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh
mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai
dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan
menukar nilai dan etika.”
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang
pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah,
sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi
suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah
terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?”
tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada
Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga”
sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di
luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada
di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya
berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak
ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet,
dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi
syarat, tidak memijak karpet.
“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya.
Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan.
Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela
kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian
perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin
membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam,
jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin
membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah
hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari
dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak
akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan
kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga
meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam
sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu
Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang,
misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak
lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan
sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru
mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali
ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar
meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri (perang pemikiran). Dan
inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At
Taubah yang artinya:
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka,
sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang
kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At
Taubah :32).
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat
Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim.
Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media,
grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.
Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?
Asep Juju
Sumber : Arrahmah.com