- Back to Home »
- Opini »
- Perputaran Roda Takdir
Posted by : Unknown
Friday, February 7, 2014
![]() |
Ilustrasi. (Foto: persian-star.net) |
Lauhul mahfudz menjadi bukti otentik akan ketetapan takdir
oleh Allah. Begitulah Allah membuat mekanisme kehidupan. Sehingga
sehebat-hebatnya manusia, tetaplah jalan hidup mereka di bawah garisan takdir,
Ranah legal manusia, hanyalah ikhtiar dan doa. Karena 2 hal tersebut ialah
pengubah takdir.
Seperti sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya doa dan takdir
akan bertarung di langit.”
Doa, ikhtiar, dan takdir merupakan perangkat kehidupan yang
tidak bisa terlepas dari manusia. Ketiganya saling mengisi, dan mempengaruhi
satu sama lain. Tetapi yakinlah dengan keadilan yang Allah janjikan. Bahwa
takdir yang kita anggap pahit, ternyata terdapat buah manis di baliknya. Begitu
juga sebaliknya, seperti kisah pada zaman Bani Umayyah.
Umar bin Abdul Azis rahimahullah salah seorang khalifah bani
Umayyah, meninggalkan sebelas anak. Masing-masing anak mendapat warisan hanya ¾
dinar saat menjelang kematiannya. Ia berkata kepada mereka, “Aku tidak
mempunyai harta yang dapat kuwariskan.”
Sementara itu, Hisyam bin Abdul Malik salah seorang khalifah
bani Umayyah berikutnya, meninggalkan 11 anak dan masing-masing anaknya
mendapat satu juta dinar. Di kemudian hari, ternyata tidak ada satu pun dari
anak-anak Umar bin Abdul Azis, kecuali mereka kaya. Bahkan salah seorang
anaknya, sanggup menyediakan biaya dan harta pribadinya untuk seratus ribu
pasukan berkuda, sekaligus dengan kudanya pada perang Fi Sabilillah. Sementara
tidak seorang pun di antara anak-anak Hisyam bn Abdul Malik, kecuali mereka
jatuh miskin.
Kesenjangan gaya hidup 2 pemimpin tadi, menggambarkan
sebab-akibat kehidupan. Umar bin Abdul Azis yang mendidik anaknya dalam
kesederhanaan, membuat anak-anaknya tumbuh mandiri. Sedangkan Hisyam bin Abdul
Malik yang memanjakan anaknya dengan harta, malah membuat mereka menderita di kemudian
hari. Fenomena ini seperti dijelaskan dalam firman Allah:
وَتِلْكَ
الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Artinya: Dan masa (kejayaan/kehancuran) itu, kami
pergilirkan di antara manusia. (Ali-Imran: 140)
Perputaran roda takdir akan terus berjalan. Tidak memandang
status maupun jabatan. Tidak mengenal ruang dan waktu. Kita hanya bisa ikhtiar
dan berdoa. Dari dua hal tersebut, setidaknya kita bisa memperindah alur
kehidupan yang akan datang.
Sumber: Dakwatuna.com