- Back to Home »
- Opini »
- Inggris Dan Islam Kosmopolitan
Posted by : Unknown
Thursday, September 26, 2013
Soal Islam kosmopolitan yang didiskusikan dengan Marie
le Guin di parlemen Prancis rasanya relevan juga jika diteropong lewat
kehidupan Islam di Inggris.Pemerintah Inggris tidak mengabaikan sama sekali
keberadaan kaum muslimin, tetapi mengajaknya dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan. Islam kosmopolit yang dibawa oleh Gus Dur seperti yang kami
diskusikan di parlemen Prancis tampaknya lebih bersambut di Inggris. Kesan ini
diperoleh setelah kami melakukan diskusi dengan Muhammad Bilal Abdallah,
seorang tokoh Islam yang juga Direktur Ebrahim Community College, sebuah
lembaga pendidikan Islam yang sangat aktif di London.
Rombongan saya tiba di London pada Jumat pagi tanggal 19
Oktober ketika Kota London diliputi udara dingin. Saat akan melakukan salat
Jumat, ternyata sangat mudah bagi kami untuk mencari masjid. Kuasa Usaha Ad
Interim KBRI di London Dewa Made Sastrawan menawarkan beberapa tempat kepada
kami untuk melakukan salat Jumat. Di Masjid Sultan Qatar yang kami pilih
sebagai tempat salat ternyata salat Jumat diselenggarakan sampai dua gelombang
karena masjid berlantai tiga itu tak mampu menampung jamaah jika hanya
dilakukan satu gelombang.
Di Inggris terdapat tak kurang dari 3.000 masjid yang
tersebar di berbagai tempat. Pengalaman ini sangat kontras dengan yang kami
lihat di Cordoba, Spanyol, yang ternyata sangat sulit mencari masjid. Padahal,
Islam pernah berjaya di Spanyol selama tak kurang dari hampir delapan abad (785
tahun) dan pernah memiliki Masjid Cordoba yang pada masanya merupakan masjid
terbesar di dunia. Sekarang ini Masjid Cordoba malah menjadi katedral atau
gereja induk yang oleh otoritas pengelolanya disebut The Mother Church of the
Deoceses.
Statement
SBY-Blair
Meski dari terminologi politik mungkin kurang tepat,
tidaklah berlebihan ketika AM Fatwa mengatakan bahwa masyarakat Inggris
tidaklah sekuler karena justru agama Islam berkembang pesat di sana. Umat Islam
sebagai entitas dengan jumlah kira-kira 2 juta orang di Inggris tidaklah
dipinggirkan oleh pemerintah, melainkan diakomodasi di dalam politik dan
pemerintahan. Direktur Ebrahim Community College Muhammad Bilal Abdallah
menjelaskan bahwa banyak pejabat Inggris yang sering mengajak tokoh-tokoh Islam
untuk membicarakan berbagai persoalan, terutama jika ada kebijakan yang mungkin
akan bersinggungan dengan kaum muslimin.
Bahkan, pada Lebaran 2007 ini Wali Kota London
menyelenggarakan halalbihalal di Trafargal Square. Bukan hanya itu. Ternyata di
parlemen Inggris sudah ada wakil rakyat yang beragama Islam, baik di House of
Commons (DPR) maupun di House of Lords (Senat) yang jumlahnya mencapai 11
orang. Menurut Muhammad Bilal, hampir dapat dipastikan bahwa pada pemilu yang
akan datang jumlah orang Islam di parlemen akan bertambah. Kenyataan ini sangat
menarik karena ketika di Amerika Serikat (AS) baru-baru ini ada satu-satunya
orang muslim yang terpilih menjadi senator, itu menjadi berita yang besar,
padahal penduduk AS jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Inggris.
Perkembangan lebih positif tentang sikap Pemerintah
Inggris terhadap umat Islam terjadi setelah dikeluarkannya Joint Statement
antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony
Blair pada 30 Maret 2006 ketika PM Inggris itu berkunjung ke Jakarta. Setelah
pernyataan bersama itu, Pemerintah Inggris mengkreasi pembentukan The
Indonesia-UK Islamic Advisory Group (IAG) yang dengannya dibukalah jalur-jalur
konsultasi antara umat Islam dan pemerintah, termasuk membicarakan sertifikasi
makanan halal bagi umat Islam yang dijual di tempat-tempat umum. Lebih dari
itu, berbeda dari masa lalu atau dari sementara negara lain, Inggris tidak
pernah lagi mengaitkan terorisme dengan Islam.
Ketika beberapa waktu yang lalu terjadi aksi teror yang
menggemparkan Inggris, Pemerintah Inggris ternyata hanya menyebut pelakunya
sebagai teroris tanpa sama sekali mengaitkan dengan agama yang dipeluknya. Ini
sangat positif dalam membangun saling pengertian karena tak ada satu agama pun
yang membenarkan terorisme. Teroris bisa muncul dari penganut agama apa pun
meski sudah pasti pada dasarnya teror itu dilarang oleh agama yang dipeluk para
teroris itu sendiri.
Islam
Kosmopolitan
Melihat hubungan umat Islam dengan pemerintah dan
masyarakat Inggris yang seperti itu rasanya menjadi penting bagi umat Islam
Indonesia untuk lebih memasyarakatkan penghayatan Islam yang kosmopolit.
Sebagai negara bangsa yang begitu majemuk dari segi etnis dan agama, mungkin
kita perlu belajar dan meniru Inggris. Kalau kaum muslimin Inggris yang
jumlahnya sangat minoritas masih dihargai dan dihormati hak asasinya, umat
Islam Indonesia pun seharusnya belajar dari sana untuk menghormati dan
menghargai hak asasi pemeluk agama lain yang mungkin minoritas di Indonesia.
Tak boleh ada teror atau penghakiman terhadap pemeluk agama lain.
Ini sangat penting karena sebagai bangsa kita sudah
mempunyai modus vivendi (kesepakatan luhur) untuk hidup bersatu dalam
kebinekaan dengan ikatan Pancasila. Modus vivendi itu menuntut kita saling
toleran dan beradab terhadap pemeluk agama lain, tanpa melihat besar-kecilnya
jumlah pemeluknya karena masalah pemelukan setiap orang terhadap agama itu secara
universal merupakan hak yang paling asasi. Secara sederhana Islam kosmopolitan
dimaksudkan bahwa Islam itu harus bermanfaat bagi umat manusia, ramah, tak
ditakuti, dan menimbulkan rasa damai bagi setiap orang.Yang diperjuangkan dalam
Islam kosmopolitan adalah nilai-nilai universal yang inklusif yang pasti
diterima oleh setiap orang.
Perjuangannya tidak menghendaki formalisasi atau
simbol-simbol eksklusif yang memberi kesan mengecilkan kelompok lain, melainkan
menekankan diri pada nilai dasarnya yang universal seperti menegakkan keadilan
dan hukum dalam bentuk perlawanan terhadap penguasa yang korup dan zalim,
pembelaan terhadap kaum lemah, dan sebagainya. Di dalam konsep ini yang
diperjuangkan adalah Allah sebagai rabbul ?alamien dan Islam sebagai rahmatan
lil ?alamien. Di Indonesia sebenarnya sudah banyak tokoh penggagas dan pejuang
Islam kosmopolitan dengan jutaan pengikutnya. Selain Gus Dur, kita masih dapat
menyebut nama Nurcholish Madjid, Syafii Maarif, Moeslim Abdurrahman, dan
sebagainya.Tetapi sayangnya ada saja orang Islam sendiri yang usil dengan
mengatakan mereka sebagai Islam liberal dalam konotasi yang negatif, bahkan ada
yang menyebutnya sesat.
*Moh Mahfud MD, Guru Besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta
Sumber: Okezone