Archive for 2013
HMI Komisariat Teknik Unsyiah Resmi Dilantik
![]() |
Foto Pengurus HMI Komisariat Teknik Unsyiah bersama Alumni dan Pengurus HMI Cabang Banda Aceh @T.M. Husaini/IndustrialTimes.net |
Banda Aceh,
IndustrialTimes.net - Pengurus
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Teknik unsyiah masa juang 2013-2014
resmi dilantik, sabtu(14/12/13). Acara yang diselenggarrakan di Balee Keurukon
Fakultas Teknik Unsyiah dimulai pada pukul 14.00 WIB dan dihadiri oleh
Presidium KAHMI kota Banda Aceh, Nasrullah RCL, Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan (PD3) Fakultas Teknik, Ilham Maulana, Ketua HMI Cabang Banda
Aceh, Indra Abidin, Ketua Kohati HMI Cabang Banda Aceh, Raisa Luthfia, dan
puluhan kader HMI lainnnya.
Acara
pelantikan pengurus HMI Komisariat Teknik Unsyiah yang bertemakan “Rekonstruksi
Agent Of Change sebagai Pondasi
membentuk Khalifah Fill Ardh” ini dilantik oleh ketua HMI Cabang Banda Aceh,
Indra Abidin dan disaksikan oleh Presidium KAHMI Kota Banda Aceh, Nasrullah
RCL.
Ketua
HMI Komisariat Teknik Unsyiah yang baru, Amirul Mukminin dalam sambutannya
mengatakan bahwa siap mengemban amanah dan tujuan HMI dengan meningkatkan
softskill dan kapasitas dari kader HMI Komisariat Teknik.
“Insya Allah HMI Teknik kedepan harus lebih
memantapkan perannya baik internal maupun eksternal”, Ujarnya.
Sementara
Presidium KAHMI dalam sambutannya menuturkan bahwa HMI Komisariat Teknik
Unsyiah kedepannya harus memiliki peran yang penting di kampus teknik dan juga
lebih memperkuat silaturrahmi dengan alumni-alumni HMI, khususnya alumni HMI
Komisariat fakultas Teknik Unsyiah.
“Jalin silaturrahmi dengan alumni, banyak ilmu
yang bisa kalian dapat dari mereka”, tuturnya.(Ind/Am).
Sumber:
IndustrialTimes.net
Tertutupnya Hati Karena Tinggalkan Shalat Jum'at
Tidak sedikit di antara kaum muslimin yang lalai akan
kewajiban shalat Jum’at. Sampai seringkali meninggalkannya. Padahal shalat ini
adalah kewajiban yang tidak perlu lagi disanksikan. Dalil pendukungnya pun dari
Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Maka sudah
barang tentu yang meninggalkannya akan menuai petaka yang menimpa jasad dan
lebih parah lagi akan merusak hatinya.
Kewajiban shalat Jum’at ditunjukkan dalam ayat,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ
فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah.”
(QS. Al Jum’ah: 9). Kata kebanyakan pakar tafsir, yang dimaksud ‘dzikrullah’ atau
mengingat Allah di sini adalah shalat Jum’at. Sa’id bin Al Musayyib
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mendengar nasehat (khutbah) pada hari
Jum’at. (Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 8: 265)
Dikuatkan lagi dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
الْجُمُعَةُ
حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ
مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“(Shalat) Jum’at adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim
dalam jama’ah kecuali bagi empat orang: budak yang dimiliki, wanita, anak kecil
dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud no. 1067. Kata Syaikh Al Albani, hadits
ini shahih)
Begitu pula disebutkan dalam sabda lainnya,
رَوَاحُ
الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Pergi (shalat) Jum’at adalah wajib bagi setiap orang
yang telah mimpi basah.” (HR. An Nasai no. 1371. Kata Syaikh Al Albani, hadits
ini shahih)
Lalu bagaimana jika seseorang meninggalkan shalat
Jum’at? Apa akibat yang menimpa dirinya?
Ulama terkemuka di Saudi Arabia yang berdomisili di kota
Riyadh dan sangat mumpuni dalam hal aqidah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir Al
Barrok hafizhohullah ditanya, “Apa akibat yang diperoleh orang yang
tidak menghadiri shalat Jumat? Apa hadits yang menerangkan hal tersebut?
Jawab Syaikh hafizhohullah,
Shalat Jum’at adalah shalat yang wajib bagi orang yang
tidak memiliki uzur. Barangsiapa meninggalkannya, ia terjerumus dalam dosa
besar. Barangsiapa yang meninggalkan shalat Jum’at sebanyak tiga kali karena
meremehkannya, hatinya akan tertutupi. Dan ia termasuk orang-orang yang lalai.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah
dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, keduanya mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata ketika beliau memegang tongkat di mimbarnya,
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ
“Hendaklah orang yang suka meninggalkan shalat jumat
menghentikan perbuatannya. Atau jika tidak Allah akan menutup hati-hati mereka,
kemudian mereka benar-benar akan tergolong ke dalam orang-orang yang lalai.”
(HR. Muslim no. 865)
Dalam hadits lain disebutkan,
مَنْ
تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Jum’at sebanyak tiga
kali karena lalai terhadap shalat tersebut, Allah akan tutupi hatinya.” (HR.
Abu Daud no. 1052, An Nasai no. 1369, dan Ahmad 3: 424. Kata Syaikh Al Albani
hadits ini hasan shahih). Ini akibat yang menimpa hati. Musibah ini lebih
bahaya dari akibat yang menimpa jasad atau kulit seseorang.
Sedangkan hukuman duniawi, hendaklah ulil amri
(penguasa) memberi hukuman pula bagi orang yang meninggalkan shalat Jum’at
tanpa ada uzur agar mencegah tindak kejahatan mereka. Hendaklah setiap muslim
bertakwa pada Allah, janganlah sampai ia melalaikan kewajiban yang telah Allah
wajibkan. Jika seseorang lalai dalam demikian, maka ia akan menuai petaka dari
Allah. Jagalah perintah Allah, niscaya pahala Allah akan diraih. Dan Allah akan
beri karunia kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Sumber: ahlalhdeeth.com
Keutamaan Dan Manfaat Shalat Dhuha
Salat Duha adalah Salat Sunah yang
dilakukan seorang muslim ketika waktu Duha. Waktu duha adalah waktu ketika matahari mulai
naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga
waktu zuhur.
Jumlah rakaat salat duha minimal 2 rakaat dan maksimal 12 rakaat. Dan
dilakukan dalam satuan 2 rakaat sekali salam.
Manfaat
Manfaat atau faedah salat duha yang dapat diperoleh dan
dirasakan oleh orang yang melaksanakan salat duha adalah dapat melapangkan dada
dalam segala hal terutama dalam hal rizki, sebab banyak orang yang terlibat
dalam hal ini.
Dr. Ebrahim Kazim -seorang dokter, peneliti, serta
direktur dari Trinidad Islamic Academy-menyatakan bahwa gerakan teratur dari
shalat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa
terhadap sistem kardiovaskular.
Terlebih lagi shalat Dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan
diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya, tapi juga menangkal
stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari, sesuai dengan keterangan
dr. Ebrahim Kazim tentang shalat, "Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh
secara fisiologis mengelurakan zat-zat seperti enkefalin dan endorfin. Zat ini sejenis morfin, termasuk
opiat. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini
alami, diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan
terkontrol."
Hadis
terkait
Hadis Rasulullah
SAW terkait salat duha antara lain :
“Barang siapa salat Duha 12 rakaat, Allah akan
membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
"Siapapun yang melaksanakan salat duha dengan
langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di
lautan." (H.R Tirmidzi)
"Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW salat dhuha 8
rakaat dan bersalam tiap dua rakaat." (HR Abu Daud)
"Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,"Nabi SAW
keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang salat dhuha. Ia bersabda,?Salat
awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari)." (HR
Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
"Rasulullah bersabda di dalam Hadis Qudsi, Allah
SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan
empat rakaat salat duha, karena dengan salat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu
pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
"“Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid
atau tempat salatnya setelah salat shubuh karena melakukan iktikaf, berzikir,
dan melakukan dua rakaat salat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan,
maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.”
(HR Abu Daud)
"Dari Abi Zar r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk tiap-tiap persendian (ruas).
Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap
takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran itu
sedekah. Cukuplah menggantikan semua itu dengan dua raka'at salat Dhuha.” (HR
Muslim)
Doa
salat dhuha
Pada dasarnya doa setelah salat duha dapat menggunakan
doa apapun. Bahkan pernah tercatat Nabi SAW beristighfar seusai shalat duha dan
dilanjutkan dengan doa lain. Doa yang biasa dilakukan selepas salat duha
adalah:
Dalam tulisan latin: "Allahumma innad dhuha-a
dhuha-uka, wal baha-a baha-uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal
qudrota qudrotuka, wal 'ismata 'ismatuka. Allahumma in kana rizqi fis sama-i
fa-anzilhu, wa in kana fil ardhi fa akhrijhu, wa in kana mu’assaron fa
yassirhu, wa in kana haroman fathohhirhu, wa in kana ba’idan faqorribhu,
bihaqqi dhuha-ika, wa baha-ika, wa jamalika, wa quwwatika, wa qudrotika, aatini
ma atayta 'ibadakas sholihin".
Artinya: "Ya Allah, bahwasannya waktu dhuha itu
adalah waktu dhuha-Mu, dan keagungan itu adalah keagungan-Mu, dan keindahan itu
adalah keindahan-Mu, dan kekuatan itu adalah kekuatan-Mu, dan perlindungan itu
adalah perlindungan-Mu. Ya Allah, jika rizkiku masih di atas langit, maka
turunkanlah, jika masih di dalam bumi, maka keluarkanlah, jika masih sukar,
maka mudahkanlah, jika (ternyata) haram, maka sucikanlah, jika masih jauh, maka
dekatkanlah, Berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan
kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan
kepada hamba-hambaMU yang sholeh".
Dalam Fatwa Mufti Markaz Al Fatawa – Asy Syabkah Al
Islamiyah, Dr ‘Abdullah Al Faqih, Fatwa no. 53488, 1 Sya’ban 1425, diterangkan:
do’a Dhuha seperti ini (“Allahumma innadhuha dhuha-uka,
wal bahaa baha-uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrota
qudrotuka, wal ‘ismata ‘ismatuka ...dst) tidak ditemukan dalam berbagai kitab
yang menyandarkan doa ini sebagai hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Do'a seperti itu ditulis oleh Asy Syarwani dalam Syarh Al Minhaj dan Ad
Dimyathi dalam I’anatuth Tholibiin, namun doa ini tidak dikatakan sebagai
hadis.
Surah-surah
yang paling baik dibaca
Surah-surah yang paling baik dibaca ketika salat duha
adalah:
Surah yang paling disunahkan ketika salat dhuha yaitu:
Rakaat pertama disunahkan membaca Surah
Asy-Syams
Rakaat kedua disunahkan membaca Surah
Ad-Duha
Untuk rakaat berikutnya:
Setiap rakaat pertama disunahkan membaca Surah
Al-Kafirun
Setiap rakaat kedua disunahkan membaca Surah
Al-Ikhlas.
Sumber: Wikipedia
Event: Chemistry Fair 2013
Deskripsi
Kegiatan:
Chemistry Inspiration Poster adalah kegiatan lomba yang
diadakan untuk kalangan mahasiswa dan pelajar SMA/sederajat, dengan tujuan agar
peserta dapat mengaplikasikan kreativitasnya dalam membuat poster sekaligus
mengkaji lebih dalam mengenai ilmu kimia dan aplikasinya. Kegiatan ini memiliki
tema: "Chemistry, Science, and Energy Resource". Oleh karena itu
seluruh peserta diharapkan membuat sebuah poster inspirasi yang berkaitan
dengan tema tersebut. Dan karya-karya terbaik akan ditampilkan untuk dilombakan
pada babak final.
Penyelenggara:
Himpunan Mahasiswa Departemen Kimia Universitas
Indonesia
Rangkaian
Kegiatan:
Pendaftaran dan pengumpulan poster: 1-30 Oktober 2013
Pengumuman seleksi poster: 9 November 2013
Presentasi finalis (Final): 16 November 2013
Persyaratan
Peserta:
- · Peserta terdaftar sebagai mahasiswa, siswa SMA, atau sederajat selama kompetisi berlangsung.
- · Peserta terdiri dari 1 tim yang beranggotakan 3 orang.
- · Peserta melakukan registrasi secara online di website Chemistry Fair (www.chemistryfair.com)
- · Peserta terdaftar secara administrasi dengan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 100.000,-/tim ke rekening BNI 0303426479 an Hastin Setiani, dan diharapkan melakukan konfirmasi ke contact person yang tersedia (tidak ada registrasi on the spot).
- · Peserta wajib mengikuti alur rangkaian lomba dan mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Ketentuan
Lomba:
- · Peserta adalah siswa SMA/MA sederajat dan atau mahasiswa (S1/D3).
- · Setiap tim wajib terdiri dari 3 orang.
- · Tim yang berpartisipasi wajib melakukan alur pendaftaran dan pembayaran ke nomor rekening yang sudah tertera di www.chemistryfair.com.
- · Jenis poster yang dilombakan adalah “Poster Ilmiah”.
- · Desain poster dibuat menarik dan berwarna dalam format .JPG dan disertai deskripsi singkat minimal 750 karakter dalam format .DOC
- · Poster dibuat sesuai dengan tema yang ditentukan dan dikirimkan beserta CV dan scan Kartu Tanda Pelajar/Mahasiswa melalui email ke alamat cip.cf2013@gmail.com.
- · Poster yang dikirim belum pernah diikut-sertakan dalam kompetisi manapun.
- · Poster yang masuk akan diseleksi untuk menentukan 10 poster terbaik yang akan melaksanakan presentasi final di FMIPA UI dalam waktu yang telah ditentukan.
- · Pengumuman 10 poster terbaik dicantumkan di website CF 2013.
- · Tim yang lolos seleksi 10 poster terbaik wajib membawa Poster Hard Copy (Poster yang diperbolehkan adalah yang berukuran A0 atau dapat berupa Standing Banner dengan ukuran 60 cm x 160 cm).
- · Pengurangan penilaian dan diskualifikasi akan dilakukan apabila terjadi pelanggaran dan kecurangan selama mengikuti lomba ini.
- · Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
- · Jangan lupa mencantumkan pihak atau nomor telepon yang dapat di hubungi untuk mengkonfirmasi Poster yang lolos seleksi.
Kriteria
Penilaian:
- · Kesesuaian dengan Tema.
- · Sistematika dan Kreativitas Poster (Format dan Desain).
- · Sistematika Deskripsi Singkat
- · Orisinalitas Ide.
- · Performa Presentasi Tim (Final).
- · Nilai Guna dan Kemungkinan Terealisasikan.
Hadiah
dan Penghargaan:
Juara 1: Rp. 2.000.000,- + Piala + Sertifikat
Juara 2: Rp. 1.500.000,- + Piala + Sertifikat
Juara 3: Rp. 1.000.000,- + Piala + Sertifikat
Informasi:
Yusuf Zaim Hakim - 085287803812
Twitter: @chemfair2013
Website: www.chemistryfair.com
Buku Dan Masa Depan Peradaban Kita
Tanggal 30 Desember 2007 saya pergi ke toko buku
Gramedia, Matraman, Jakarta. Saya terhenyak beberapa saat: kemacetan luar biasa
di depan toko buku itu. Tidak seperti biasanya pengunjung meledak luar biasa
banyak. Sangat banyak!
Usut punya usut rupanya Gramedia dalam rangka peresmian gedung barunya yang megah itu melakukan discount 30 persen atas buku-bukunya. Ketika saya berkunjung lagi ke sana pada 2 Januari 2008 ternyata pengunjungnya masih juga tetap luar biasa banyak. Sungguh spektakuler!
Apa yang dapat kita catat dari fenomena ini? Pertama, minat baca bangsa Indonesia, tidak seperti yang kita duga, sejatinya sangatlah besar. Tesis Amin Sweeney dalam A Full Hearing: Orality and Literacy in the Malay World (1987) yang menyatakan bahwa bangsa ini bertradisi oral dan mendengar, alias tidak membaca, adalah salah. Bangsa ini sebenarnya berpotensi menjadi bangsa yang rakus membaca.
Kedua, buku di negeri ini dalam konteks daya beli masyarakat sangatlah mahal. Terbukti begitu ada discount 30 persen pengunjung sedemikian membludak. Fenomena seperti ini juga tampak dalam setiap kali digelar Book Fair di Jakarta dan kota-kota lainnya di mana harga buku didiskon antara 20-30 persen.
Di toko-toko buku murah seperti Social Agency dan Togamas di Yogyakarta pengunjung juga selalu penuh sesak. Sebuah fenomena yang sangat mengesankan! Buku, seperti kata Khaled Abou El- Fadl dalam bukunya Conference of the Book (University Press of America, Lanham, 2001) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Musyawarah Buku (Serambi,2002), adalah simbol peradaban.
Perdaban, kata El- Fadl, tidak dibangun di atas kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan! Sangat meyakinkan, bangsa ini bangsa yang besar dan berpotensi untuk maju karena ternyata menyenangi buku dan gemar membacanya.
Hanya karena ketololan para pemimpin bangsa sehingga gagal membangun ekonomi nasional untuk mengentaskan bangsanya dari kemiskinanlah yang membuat bangsa ini tidak sempat membaca buku, apatah lagi membelinya! Buktinya begitu ada pasar buku murah dengan discount mereka menyerbunya dan melahapnya.
Kebobrokan ekonomi telah membuat bangsa ini tidak mampu untuk membeli buku yang mengakibatkan keterbelakangan di semua bidang. Rasanya tidak sulit untuk mendorong bangsa ini maju dan berjaya. Jika kita memiliki pemimpin bangsa yang ikhlas, tulus, dan sedikit saja mempunyai visi, kita akan menjadi bangsa yang sangat maju. Semua prasyarat untuk maju dan mandiri ada di negeri ini.
Sumber daya alamnya lengkap dan melimpah. Negara ini memiliki apa saja untuk maju dan mandiri: buminya subur dan menyimpan cadangan minyak, gas, batubara, dan tambang-tambang lainnya. Ikan, hewan, dan segala macam flora serta fauna untuk keperluan hidup tersedia. Seandainya bangsa ini -tidak seperti bangsa lainnya- diisolasi oleh dunia internasional sekalipun akan tetap survive.
Sementara sumber daya manusianya juga besar dan potensial. Mereka berpotensi untuk maju dan besar karena ternyata mau membaca buku, sang induk dan penggerak peradaban. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang full hearing seperti sinyalemen Amin Sweeney, melainkan bangsa yang beraksara.
Usut punya usut rupanya Gramedia dalam rangka peresmian gedung barunya yang megah itu melakukan discount 30 persen atas buku-bukunya. Ketika saya berkunjung lagi ke sana pada 2 Januari 2008 ternyata pengunjungnya masih juga tetap luar biasa banyak. Sungguh spektakuler!
Apa yang dapat kita catat dari fenomena ini? Pertama, minat baca bangsa Indonesia, tidak seperti yang kita duga, sejatinya sangatlah besar. Tesis Amin Sweeney dalam A Full Hearing: Orality and Literacy in the Malay World (1987) yang menyatakan bahwa bangsa ini bertradisi oral dan mendengar, alias tidak membaca, adalah salah. Bangsa ini sebenarnya berpotensi menjadi bangsa yang rakus membaca.
Kedua, buku di negeri ini dalam konteks daya beli masyarakat sangatlah mahal. Terbukti begitu ada discount 30 persen pengunjung sedemikian membludak. Fenomena seperti ini juga tampak dalam setiap kali digelar Book Fair di Jakarta dan kota-kota lainnya di mana harga buku didiskon antara 20-30 persen.
Di toko-toko buku murah seperti Social Agency dan Togamas di Yogyakarta pengunjung juga selalu penuh sesak. Sebuah fenomena yang sangat mengesankan! Buku, seperti kata Khaled Abou El- Fadl dalam bukunya Conference of the Book (University Press of America, Lanham, 2001) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Musyawarah Buku (Serambi,2002), adalah simbol peradaban.
Perdaban, kata El- Fadl, tidak dibangun di atas kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan! Sangat meyakinkan, bangsa ini bangsa yang besar dan berpotensi untuk maju karena ternyata menyenangi buku dan gemar membacanya.
Hanya karena ketololan para pemimpin bangsa sehingga gagal membangun ekonomi nasional untuk mengentaskan bangsanya dari kemiskinanlah yang membuat bangsa ini tidak sempat membaca buku, apatah lagi membelinya! Buktinya begitu ada pasar buku murah dengan discount mereka menyerbunya dan melahapnya.
Kebobrokan ekonomi telah membuat bangsa ini tidak mampu untuk membeli buku yang mengakibatkan keterbelakangan di semua bidang. Rasanya tidak sulit untuk mendorong bangsa ini maju dan berjaya. Jika kita memiliki pemimpin bangsa yang ikhlas, tulus, dan sedikit saja mempunyai visi, kita akan menjadi bangsa yang sangat maju. Semua prasyarat untuk maju dan mandiri ada di negeri ini.
Sumber daya alamnya lengkap dan melimpah. Negara ini memiliki apa saja untuk maju dan mandiri: buminya subur dan menyimpan cadangan minyak, gas, batubara, dan tambang-tambang lainnya. Ikan, hewan, dan segala macam flora serta fauna untuk keperluan hidup tersedia. Seandainya bangsa ini -tidak seperti bangsa lainnya- diisolasi oleh dunia internasional sekalipun akan tetap survive.
Sementara sumber daya manusianya juga besar dan potensial. Mereka berpotensi untuk maju dan besar karena ternyata mau membaca buku, sang induk dan penggerak peradaban. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang full hearing seperti sinyalemen Amin Sweeney, melainkan bangsa yang beraksara.
Negara harus mendorong industri buku agar lebih murah seperti murah meriahnya buku-buku bermutu di negara India. Negara ini bukan hanya harus menghapus pajak buku, melainkan juga harus memberikan subsidi harga kertas buku. Oleh karena bangsa ini masih konsumen -belum produsen- ilmu, maka kita harus memulainya dengan menumbuhkan tradisi menghargai dan menghormati para penulis buku.
Untuk menjadikan lebih dramatis kita harus mengatakan (jangan ketawa!) "bayarlah penulis dan penterjemah buku dengan emas seberat buku yang ditulisnya seperti yang dilakukan Khalifah Dinasti Abbasiyah Harun Al- Rasyid (786-809 M) di jaman keemasan peradaban Islam".
Negara ini harus membangun banyak perpustakaan yang indah dan megah di setiap penjuru wilayah. Pasar-pasar buku murah dan Book Fair harus digelar sebanyak dan sesering mungkin di setiap kota di seantero tanah air ini. Dorong dan hargailah penerbit-penerbit dan toko-toko buku sehingga mereka dengan bangga memotong harga buku sampai terjangkau oleh rakyat yang terus merosot daya belinya itu.
Akhirnya, hai para pemimpin bangsa, lihatlah! Betapa sederhananya sebenarnya langkah yang harus ditempuh untuk membangkitkan bangsa ini menuju kemajuan dan keadaban. Percayalah!
*Hajriyanto Y
Thohari, Pecinta buku dan anggota Komisi I DPR
Sumber: Okezone.com
Pendekatan Historis atas Perkembangan Islam
Perjuangan Islam sebagai gerakan sosial sebagai kumpulan
ajaran sudah berusia lama sekali di Indonesia. Sejak Abu Zaid al-Sirafi dan
Sulaiman dalam catatan perjalanannya di Kepulauan Wak-Wak (yang oleh para
sejarawan dianggap sebagai nama sebuah kepulauan di Filipina), daerah Nusantara
juga menjadi sasaran tulisan para sejarawan.
Hanya nama Nusantara, sebagaimana juga kawasan itu, tidak begitu dikenal waktu itu. Setidak-tidaknya sebuah nama dipakaikan untuk sebuah masjid di daratan Cina, yaitu Masjid Baba Waka, yang oleh para sejarawan diyakini sebagai masjid yang dibangun Panglima Islam Sa'ad bin Abi Waqas pada abad pertama hijriah (ke-7 masehi) di zaman khalifah Utsman bin Affan.
Sayang, kita tidak memiliki catatan tentang, apakah para pembawa agama Islam ke daratan Tiongkok itu juga menyebarkan agama mereka di kawasan ini. Yang kita ketahui hanyalah catatan historis tentang para raja di Indonesia bagian timur, yang beberapa abad setelah itu mempunyai raja-raja muslim di Ternate dengan gelar sultan. Sementara di bagian barat kawasan ini, Islam datang melalui dua tempat di India.
Arah pertama, datang dari Gujarat di kawasan Maharastra sekarang. Gelar raja-raja mereka juga tidak diketahui secara pasti, karena itu mereka menggunakan gelar sultan. Sayyid Qudratullah Fatimi, dalam Islam Comes to Malaysia yang terbit tahun 1960-an, menyatakan bahwa Islam yang sampai ke kawasan Nusantara (mungkin belakangan datang pada abad ke-15 masehi) dari Bengal Barat di pantai timur India.
Oleh sebab itu, raja-raja di kawasan barat Nusantara menggunakan gelar Malik al-Zahir. Contohnya adalah raja-raja di Samudra Pasai (Aceh). Yang menarik bahwa kaum muslimin di Gujarat bermahzab fiqh Hanafi, sedangkan di pantai timur bermahzab Syafi'i. Cerita para juru kunci secara lisan menunjukkan bahwa seorang yang bernama Syaikh Jamaluddin Husein al-Akbar datang dari Gujarat ke Aceh pada abad ke-14 masehi.
Hanya nama Nusantara, sebagaimana juga kawasan itu, tidak begitu dikenal waktu itu. Setidak-tidaknya sebuah nama dipakaikan untuk sebuah masjid di daratan Cina, yaitu Masjid Baba Waka, yang oleh para sejarawan diyakini sebagai masjid yang dibangun Panglima Islam Sa'ad bin Abi Waqas pada abad pertama hijriah (ke-7 masehi) di zaman khalifah Utsman bin Affan.
Sayang, kita tidak memiliki catatan tentang, apakah para pembawa agama Islam ke daratan Tiongkok itu juga menyebarkan agama mereka di kawasan ini. Yang kita ketahui hanyalah catatan historis tentang para raja di Indonesia bagian timur, yang beberapa abad setelah itu mempunyai raja-raja muslim di Ternate dengan gelar sultan. Sementara di bagian barat kawasan ini, Islam datang melalui dua tempat di India.
Arah pertama, datang dari Gujarat di kawasan Maharastra sekarang. Gelar raja-raja mereka juga tidak diketahui secara pasti, karena itu mereka menggunakan gelar sultan. Sayyid Qudratullah Fatimi, dalam Islam Comes to Malaysia yang terbit tahun 1960-an, menyatakan bahwa Islam yang sampai ke kawasan Nusantara (mungkin belakangan datang pada abad ke-15 masehi) dari Bengal Barat di pantai timur India.
Oleh sebab itu, raja-raja di kawasan barat Nusantara menggunakan gelar Malik al-Zahir. Contohnya adalah raja-raja di Samudra Pasai (Aceh). Yang menarik bahwa kaum muslimin di Gujarat bermahzab fiqh Hanafi, sedangkan di pantai timur bermahzab Syafi'i. Cerita para juru kunci secara lisan menunjukkan bahwa seorang yang bernama Syaikh Jamaluddin Husein al-Akbar datang dari Gujarat ke Aceh pada abad ke-14 masehi.
Jamaluddin kemudian diberi tanah perdikan di pinggiran Ibu Kota Majapahit. Dia segera menggunakan kekayaannya untuk menolong mereka yang menyandang utang perang, dengan ketentuan orang yang ditolongnya harus memeluk agama Islam. Orang-orang Hindu Budha (Kaum Bhairawa) menjadi marah dan mengusirnya dari ibu kota Majapahit. Dia lalu pergi ke Gunung Kawi, tempat kelenteng yang ada sekarang.
Pekuburan yang dibangunnya di sana, yang sekarang dijadikan bagian dari kelenteng tersebut, juga memiliki perkuburan kaum muslimin, yang dahulu dijaga Mbah Jogo dari Kesamben, Blitar. Sementara itu, Jamaluddin Husein sendiri pergi ke Ampel di Surabaya, dan mengawini seorang Tionghoa. Dari perkawinan itu, lahir cucunya bernama Sunan Ampel. Adapun Sayyid Jamaluddin sendiri pindah ke Wajo di Sulawesi Selatan sekarang. Tempat pertapaan (petilasan) yang ditinggalkannya di kawasan itu sekarang disebut Makam Kramat Mekkah.
Dia sendiri kembali ke Mekkah, dan meninggal di Madinah al-Munawaroh. Sejarawan Taufiq Abdullah menyebutkan, hubungan antara Islam sebagai gerakan sosial dan kekuasaan setempat menghasilkan empat macam corak Islam. Di Aceh, Islam lahir dari kampung-kampung yang melaksanakan fiqh dengan ketat. Terkenal dalam hal ini adagium Sultan Iskandar Tsani, bahwa adat adalah "ba' kata "meureuhom" (?adat bagaikan ketentuan dari almarhum'). Jadi, fiqh adalah ketentuan hukum yang dipakai Raja Iskandar Muda pendahulunya.
Di Sumatra Barat, tidak ada kekuatan yang dapat menghentikan Perang Padri (Ulama) hingga 16 tahun lamanya, sedangkan Kerajaan Pagaruyung hanyalah nama belaka. Sampai dengan datangnya Jenderal de Kock di Bukit Tinggi, perang itu baru berakhir. Itu pun masih dilanjutkan dengan pertengkaran antara kaum ninik-mamak yang matriarchaat, melawan kaum ulama yang dipimpin seorang syekh. Di Kerajaan Goa (Sulawesi Selatan), Islam datang dibawa pedagang dan para ulama. Kedua-duanya "ditampung" pusat kerajaan, dan hal ini sekarang dilanjutkan para sultan di Semenanjung Barat Malaysia.
Namun, di samping itu ada juga pusat-pusat kekuasaan lain di luarnya, atau keraton-keraton kecil yang berfungsi oposan, tetapi mengakui secara resmi keraton besar, dengan membayar upeti. Inilah yang sekarang "diambil" di zaman Indonesia kontemporer, seperti tampak dalam hubungan antara pondok pesantren dan lain-lain di satu sisi, dan pemerintah pusat di sisi lain. Berarti perkembangan Islam sebagai gerakan sosial di tanah air kita masih bersifat historis, bukan?
*Alm
Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia Ke-IV
Sumber: Okezone.com
Event: Tumbler Design Competition
Poshboy Tumbler Design Competition adalah event Kompetisi yang dibuat oleh Poshboy untuk mengapresiasi kreatifitas anak muda khusunya pada bidang desain grafis. Disini kamu bisa ikut berpartisipasi dengan mengirimkan desain yang nantinya akan dipilih 5 desain terbaik dan akan menjadi suatu kebanggaan untuk kamu karena desain akan dicetak sebagai merchandise berupa tumbler oleh Poshboy.
Download Template di http://poshboy.co.id/blog Lalu kirim desain kamu ke fanpage Poshboy.
Waktu pengirimam desain ditutup tanggal 18 oktober 2013
FB: http://www.facebook.com/posboyclothing
Twitter: http://twitter.com/Poshboy
Demokrasi, Alat Atau Tujuan?
Akhir November lalu, Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla
mengatakan demokrasi hanyalah cara, alat atau proses, dan bukan tujuan,
sehingga bisa dinomorduakan di bawah tujuan utama peningkatan dan pencapaian
kesejahteraan rakyat.
Menurut Kalla, pemilu jangan hanya dianggap sebagai kegiatan yang menghabiskan ongkos. Pemilu justru harus dinilai sebagai investasi bagi bangsa, hanya saja pemilu seharusnya efisien dan tidak boros. Karenanya ke depan pelaksanaan pilkada harus dievaluasi lagi agar dapat meminimalisasi konflik dan tidak memberatkan. Entah sebagai respons atas pernyataan Kalla atau bukan, baru-baru ini Gubernur Lemhannas Muladi melontarkan gagasan agar pilkada untuk gubernur dihapuskan, sebagai gantinya gubernur ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat (presiden).
Menurut Muladi, demokrasi yang berlangsung selama 10 tahun terakhir sudah kebablasan. Demikian juga dengan pilkada. "Akhirnya yang kita telan adalah praktik korupsi dan disintegrasi sosial," katanya pada acara seminar HAM di Jakarta, 12 Desember lalu. Bagaimana pernyataan Kalla dan gagasan Muladi itu harus disikapi? Sebenarnya sangat tergantung kepada siapa kita mempertanyakannya. Jika diajukan kepada Brunei Darussalam, sangat mungkin mereka mengatakan demokrasi bukanlah sesuatu yang urgen. Tak perlu partai politik (apalagi yang jumlahnya banyak seperti di Indonesia), tak perlu pula pemilu.
Sebab, mereka umumnya sudah sejahtera. Jadi, apa relevansinya mewacanakan demokrasi? Entahlah jika pertanyaan serupa diajukan lagi kepada mereka sepuluh atau dua puluh tahun lagi. Begitu pun jika pertanyaan itu diajukan kepada sejumlah negara monarki yang makmur seperti Swiss dan beberapa negara Arab.Mungkin mereka malah khawatir demokrasi hanya akan membuat kehidupan mereka kacau dan tak tertib. Dulu, di masa Yunani Kuno, peradaban demokratis di negara kota Athena diakui sebagai contoh pelaksanaan demokrasi yang paling baik.
Menurut Kalla, pemilu jangan hanya dianggap sebagai kegiatan yang menghabiskan ongkos. Pemilu justru harus dinilai sebagai investasi bagi bangsa, hanya saja pemilu seharusnya efisien dan tidak boros. Karenanya ke depan pelaksanaan pilkada harus dievaluasi lagi agar dapat meminimalisasi konflik dan tidak memberatkan. Entah sebagai respons atas pernyataan Kalla atau bukan, baru-baru ini Gubernur Lemhannas Muladi melontarkan gagasan agar pilkada untuk gubernur dihapuskan, sebagai gantinya gubernur ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat (presiden).
Menurut Muladi, demokrasi yang berlangsung selama 10 tahun terakhir sudah kebablasan. Demikian juga dengan pilkada. "Akhirnya yang kita telan adalah praktik korupsi dan disintegrasi sosial," katanya pada acara seminar HAM di Jakarta, 12 Desember lalu. Bagaimana pernyataan Kalla dan gagasan Muladi itu harus disikapi? Sebenarnya sangat tergantung kepada siapa kita mempertanyakannya. Jika diajukan kepada Brunei Darussalam, sangat mungkin mereka mengatakan demokrasi bukanlah sesuatu yang urgen. Tak perlu partai politik (apalagi yang jumlahnya banyak seperti di Indonesia), tak perlu pula pemilu.
Sebab, mereka umumnya sudah sejahtera. Jadi, apa relevansinya mewacanakan demokrasi? Entahlah jika pertanyaan serupa diajukan lagi kepada mereka sepuluh atau dua puluh tahun lagi. Begitu pun jika pertanyaan itu diajukan kepada sejumlah negara monarki yang makmur seperti Swiss dan beberapa negara Arab.Mungkin mereka malah khawatir demokrasi hanya akan membuat kehidupan mereka kacau dan tak tertib. Dulu, di masa Yunani Kuno, peradaban demokratis di negara kota Athena diakui sebagai contoh pelaksanaan demokrasi yang paling baik.
Sebaliknya, sistem pengelolaan negara yang menekankan disiplin, ketertiban, dan kontrol sosial sangat ketat alat militeristik justru menyebabkan negara tersebut unggul. Sejak itulah maka selama berabad-abad demokrasi dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Seiring waktu, demokrasi pun kembali berkembang. Apalagi, setelah sistem demi sistem terbukti gagal, demokrasi pun kian menjadi alternatif sistem yang paling banyak diminati negara-negara di dunia. Namun, apakah sistem ini tidak memiliki kelemahan sama sekali? Tentu saja ada.
Di aras struktural, misalnya, demokrasi yang meniscayakan kekuasaan negara dibagi-bagi demi meminimalisasi absolutisme dan korupsi kekuasaan menyebabkan anggaran negara banyak dihabiskan untuk membangun pelbagai institusi - baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Di aras prosedural, demokrasi yang meniscayakan kebebasan dan kesetaraan menyebabkan pelbagai proses pemilihan para elite dan pembuatan kebijakan publik kerap berjalan secara bertele-tele dan tidak efisien.
Di aras budaya, nilai kebebasan dan kesetaraan pulalah yang kerap menyebabkan terjadinya konflik dan kekacauan. Indonesia baru saja mendapatkan medali demokrasi dari International Association of Political Consultants (IAPC) pada 12 November lalu. Sungguhkah Indonesia sudah demokratis? Tak perlu diragukan. Lihat saja, bukankah sejak terpinggirnya Soeharto pada 1998 sejumlah agenda reformasi telah berhasil diwujudkan? Sebutlah misalnya partai politik, pers, dan asosiasi sipil yang bebas didirikan.
Memasuki 2004, untuk pertama kalinya kita menyelenggarakan pemilu secara bebas dan langsung. Betul-betul langsung, dalam arti kita mencoblos kartu-kartu yang ada nama dan foto calonnya. Baik untuk calon legislator nasional (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR), legislator daerah (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD), maupun legislator tanpa partai (Dewan Perwakilan Daerah/DPD). Luar biasa, saat itu parlemen Indonesia sudah terbagi menjadi dua "kamar", dengan berdirinya lembaga DPD. Beberapa bulan berselang, kita pun memilih lagi calon presiden dan wakil presiden sekaligus dengan cara yang sama.
Tetapi lantaran belum ada pemenang signifikan, putaran kedua pun digelar hingga akhirnya muncullah nama Susilo Bambang Yudhoyono dan M Jusuf Kalla sebagai duet pemimpin periode 2004-2009 itu. Inilah pemilu yang nilai demokratisnya sangat tinggi. Artinya, jika ada calon yang tak disukai rakyat, si calon niscaya tak bakal menang. Jadi, di sana ada proses "pembersihan politik" bagi figur-figur calon pemimpin yang tidak disukai, dan yang remote control-nya dipegang oleh rakyat. Bukankah kedaulatan sejati berada di tangan rakyat? Seiring waktu, daerah-daerah pun menggelar pemilu masing-masing, yang disebut pemilihan kepala daerah (pilkada).
Bukan hanya untuk memilih gubernur, tapi juga bupati atau wali kota. Maka, seusai pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden pada 2004 yang relatif aman itu, sepanjang 2005 hingga 2007 kita menyaksikan berulang kali betapa hiruk-pikuknya sejumlah daerah menggelar pesta demokrasi rakyat itu.Hiruk-pikuk karena di sini dan di sana selalu saja ada keributan dan kecurangan. Sementara di sisi lain entah berapa banyak biaya yang sudah dikeluarkan untuk itu, baik oleh negara maupun oleh masyarakat secara kolektif maupun perorangan.
Lalu hasilnya apa? Makin sejahterakah rakyat setelah pemilihan legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden, dan pilkada yang demokratis itu? Padahal, andai saja biaya besar yang sudah dikeluarkan itu dicurahkan untuk bidang pendidikan, kesehatan, koperasi, dan lainnya, termasuk pelbagai struktur dan infrastruktur yang niscaya menunjang pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan, mungkin hasilnya justru lebih baik. Namun sekali lagi, tergantung pihak mana yang menilai demokrasi itu. Jika pertanyaannya diajukan kepada rakyat yang menderita, maka mereka niscaya balik bertanya: untuk apa demokrasi jika hidup sehari-hari tetap susah?
Sebagai alat atau tujuan? Sebagai alat, itu tepat. Memang, demokrasi hanyalah cara, yang memberi kesempatan bagi setiap orang untuk menikmati apa pun yang menjadi haknya. Sebagai tujuan, itu benar. Karena Indonesia memang sedang dalam era transisi mengonsolidasikan demokrasi. Jadi, pelbagai struktur dan institusi harus diperkuat, begitu pun pelbagai prosedur dan mekanisme dalam pemilihan para elite dan pembuatan kebijakan publik. Karena itu, ia sekali-kali tak boleh dinomorduakan. Ia justru harus ditinggikan, berlandaskan rasionalitas dan moralitas. Karena itu pula, ia harus senantiasa terbuka untuk dikoreksi demi perbaikan yang membuatnya makin baik dari waktu ke waktu. Untuk kebaikan progresif itulah, tak bisa tidak, suara rakyat harus terus-menerus didengar. Sehingga, suatu saat kelak, tak ada lagi yang mengatakan secara pesimistis bahkan apatis, "Untuk apa demokrasi.”
*DR.
Victor Silaen, Dosen Fisipol UKI, pengamat
Sumber: Okezone.com
Konvergensi Panggung Politik
Wajah politik Indonesia kontemporer makin memapankan
fenomena politik pencitraan. Dunia hiburan dan dunia politik menyatu
menyediakan panggung simbolis yang memproduksi dan mengonstruksi tindakan
politik para aktor yang ada di dalamnya.
Kenyataan itulah kiranya yang menyadarkan Presiden SBY hingga dia harus berjibaku menyediakan waktu khusus untuk mengawal popularitasnya. Contoh pencitraan ala SBY yang belakangan dilakukannya adalah peluncuran album Rinduku Padamu di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta 28 Oktober lalu.
Di dalam album perdana yang diproduksi The One Production ini SBY menulis 10 lagu dalam rentang April 2006-Oktober 2007. Meski timnya berupaya meyakinkan publik bahwa peluncuran album yang nantinya akan didistribusikan melalui PT Nagaswara Sakti tersebut murni komersial, tak dapat disangkal bahwa album tersebut juga bagian dari political marketing SBY.
Konvergensi
Tak hanya SBY yang kini memanfaatkan panggung pencitraan. Sejumlah tokoh dan politisi sibuk mengemas pesona dirinya melalui panggung hiburan. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie misalnya, pernah bermain dalam ketoprak guyon dengan Paguyuban Puspo Budoyo di Taman Ismail Marzuki (25/5/2007). Politikus PPP yang sebelumnya di PKB, Saifullah Yusuf, dan politikus PBB Yusril Ihza Mahendra kini menjadi bintang film di Sinetron Laksamana Ceng Ho yang akan mulai tayang akhir Januari 2008.
Dalam sinetron produksi Kantana Film (Thailand) dan Jupiter Global (Indonesia) itu Saifullah Yusuf yang mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini memerankan Raja Majapahit Wikramawardhana, sementara mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra memerankan sosok Laksamana Ceng Ho.
Sederet nama lain yang menjelajah panggung hiburan adalah Ketua Lemhannas Muladi, Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom, kandidat calon Presiden RI 2009 yang juga mantan Gubernur DKI Sutiyoso, Jaksa Agung Hendarman Supandji, mereka bermain ketoprak di beberapa panggung pertunjukan berbeda. Seolah tak mau ketinggalan, banyak kepala daerah yang juga menggunakan panggung hiburan baik seni peran ataupun seni suara dalam konteks pemasaran politik mereka.
Selebrisasi di dunia politik ini merupakan fenomena menguatnya konvergensi di ranah politik pencitraan antara panggung politik dan panggung hiburan. Sedikit berbeda dengan era sebelumnya, saat kita lebih banyak melihat fenomena hijrahnya selebritis-selebritis panggung hiburan ke panggung politik karena mereka kerap dijadikan vote getter.
Kenyataan itulah kiranya yang menyadarkan Presiden SBY hingga dia harus berjibaku menyediakan waktu khusus untuk mengawal popularitasnya. Contoh pencitraan ala SBY yang belakangan dilakukannya adalah peluncuran album Rinduku Padamu di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta 28 Oktober lalu.
Di dalam album perdana yang diproduksi The One Production ini SBY menulis 10 lagu dalam rentang April 2006-Oktober 2007. Meski timnya berupaya meyakinkan publik bahwa peluncuran album yang nantinya akan didistribusikan melalui PT Nagaswara Sakti tersebut murni komersial, tak dapat disangkal bahwa album tersebut juga bagian dari political marketing SBY.
Konvergensi
Tak hanya SBY yang kini memanfaatkan panggung pencitraan. Sejumlah tokoh dan politisi sibuk mengemas pesona dirinya melalui panggung hiburan. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie misalnya, pernah bermain dalam ketoprak guyon dengan Paguyuban Puspo Budoyo di Taman Ismail Marzuki (25/5/2007). Politikus PPP yang sebelumnya di PKB, Saifullah Yusuf, dan politikus PBB Yusril Ihza Mahendra kini menjadi bintang film di Sinetron Laksamana Ceng Ho yang akan mulai tayang akhir Januari 2008.
Dalam sinetron produksi Kantana Film (Thailand) dan Jupiter Global (Indonesia) itu Saifullah Yusuf yang mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini memerankan Raja Majapahit Wikramawardhana, sementara mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra memerankan sosok Laksamana Ceng Ho.
Sederet nama lain yang menjelajah panggung hiburan adalah Ketua Lemhannas Muladi, Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom, kandidat calon Presiden RI 2009 yang juga mantan Gubernur DKI Sutiyoso, Jaksa Agung Hendarman Supandji, mereka bermain ketoprak di beberapa panggung pertunjukan berbeda. Seolah tak mau ketinggalan, banyak kepala daerah yang juga menggunakan panggung hiburan baik seni peran ataupun seni suara dalam konteks pemasaran politik mereka.
Selebrisasi di dunia politik ini merupakan fenomena menguatnya konvergensi di ranah politik pencitraan antara panggung politik dan panggung hiburan. Sedikit berbeda dengan era sebelumnya, saat kita lebih banyak melihat fenomena hijrahnya selebritis-selebritis panggung hiburan ke panggung politik karena mereka kerap dijadikan vote getter.
Massifikasi dan Imitasi
Konvergensi panggung politik dan hiburan semakin kuat karena beberapa faktor. Pertama, terjadinya massifikasi industri hiburan yang diperkuat oleh dukungan industri media massa baik cetak maupun elektronika. Realitas simbolik media massa telah berhasil memotong jalur komunikasi yang selama ini berpengaruh bagi khalayak, yakni keluarga, pendidikan, institusi-institusi keagamaan, dan institusi-institusi kebudayaan.
Terpaan media mampu mengonstruksi realitas simbolik yang diproduksinya menjadi realitas objektif dalam pemahaman khalayak. Kedua, panggung politik dan panggung hiburan kita memiliki kesamaan, terutama dalam proses reinforment imitasi. Dalam dunia politik dan hiburan, secara teknis pengondisian instrumental dilakukan melalui tiga perilaku imitasi, yakni stimuli lingkungan yang sama sehingga individu memberi respons yang sama (same behahior).
Politik dan hiburan sama-sama menciptakan mekanisme yang terpola sehingga khalayak memiliki prilaku serupa. Kesadaran individu sering dimanipulasi sehingga relevan dengan apa yang diinginkan oleh aktor. Kedua, pencocokan perilaku individu sedekat mungkin dengan perilaku orang lain biasanya melalui sosok figur atau tokoh (copying). Elite opinion, figure head, ataupun tokoh kharismatik lainnya memunculkan role model. Tak heran jika dunia hiburan mengenal fans club, yang di era sekarang ini juga berlaku di dunia politik.
Khalayak tak independen dan tak cukup kritis untuk mempertanyakan apa yang telah dilakukan mereka, misalnya buat apa mereka memilih? Karena mereka mengorientasikan dirinya sesuai dengan prilaku tokoh tempat mereka bergantung. Hal seperti inilah yang sesungguhnya melanggengkan feodalisme di dalam sistem politik Indonesia.
Simbol ke Substansi
Presiden SBY merupakan Presiden RI yang teramat peduli dengan politik pencitraan. Hal ini bisa dimaklumi karena salah satu faktor utama keberhasilan SBY di Pemilu 2004 adalah pencitraan personalnya. Namun, relevankah jika saat ini politik pencitraan masih di level simbolis? Tentu saja tidak, karena pencitraan simbolis hanya akan menempatkan diri SBY dalam egoisme individunya.
Ego untuk selalu diperhatikan, dipuja, atau dieluk-elukan dengan sendirinya akan menjadi virus bagi dirinya di massa mendatang karena tak lagi menemukan kritisisme dari khalayak secara memadai. Kini saatnya politik pencitraan yang mengalami konvergensi antara panggung politik dengan panggung hiburan mengubah strategi kerjanya dari simbolis ke substansial.
Dari sekadar pidato dan publisitas melalui berbagai media massa berganti dengan program yang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. Tidak ada yang salah jika seorang presiden bernyanyi atau mencipta lagu, politisi main sinetron atau pun manggung di pentas kesenian tradisional. Yang salah adalah jika para pemimpin itu tak dapat merasakan penderitaan yang dirasakan khalayaknya.
*Gun Gun Heryanto ,
Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta
Sumber: Okezone.com
Ajang Kompetisi Bisnis Berbasis Teknologi (Teknopreneur) akan Digelar di Aceh
Inkubator
Teknopreuneur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Multimedia Learning Center,
Telematics Research Center dan partner-partner pendukung lainnya akan menyelenggarakan Aceh Business Model
Competition 2013 (Aceh BMC 2013). Aceh BMC merupakan sebuah rangkaian acara dan
perlombaan yang berkonsentrasi pada perkembangan kewirausahaan yang berbasis
teknologi dan merupakan salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis Fakultas
Teknik ke 50.
Aceh BMC 2013 adalah
ajang kompetisi kewirausahaan tingkat lokal bagi para mahasiswa/i pelajar,
mahasiswa dan masyarakat umum di propinsi Aceh. Ini adalah kompetisi pertama di
Aceh yang diusung berdasarkan kompetisi bisnis model. Kompetisi bisnis model
berbeda dari kebanyakan kompetisi bisnis plan yang banyak dilombakan oleh
berbagai lembaga, instansi pemerintah maupun bank-bank yang ada di Indonesia.
Dimana pada kegiatan ini akan dirangkai dengan berbagai kegiatan penunjang
seperti workshop, pelatihan, dan komunikasi online yang terbuka.
Kegiatan ini
tidak menekankan harus menghasilkan produk, juga tidak mengharuskan calon
peserta harus berkecimpung di bidang IT. Kompetisi ini terbuka untuk berbagai
bidang, seperti perikanan, pertanian, teknik, mipa, ilmu sosial, bahkan hal-hal
umum lainnya. Tetapi, diharapkan ada porsi teknologinya sehingga dapat
memberikan nilai tambah untuk produk yang akan disebar ke pasar nantinya. Kegiatan ini diharapkan menjadi sebuah wadah untuk
mahasiswa, pelajar, maupun masyarakat umum yang ingin belajar dan mengembangkan
kemampuan berwirausaha dengan sentuhan teknologi.
Penyelenggaraan Aceh BMC 2013 merupakan bagian dari
Kegiatan International BMC (Business Model Competition) yang merupakan lomba
model bisnis tingkat dunia yang diselenggarangkan oleh Bringham Young
University di Provo, UT, Amerika. Aceh adalah propinsi pertama di Indonesia
yang menjalin kerja sama langsung dengan penyelenggara International BMC.
Rahmad Dawood,
penggagas diselenggarakannya Aceh BMC 2013, mengatakan: “BMC diselenggarakan
dengan misi menginspirasi generasi muda Aceh untuk memulai dan menumbuhkan
usaha mereka, sehingga bukan hanya menjadi generasi pencari kerja namun mampu
menjadi generasi pencipta lapangan pekerjaan; menjalani usaha bukan sekedar
menyalurkan hobi atau coba-coba tapi untuk mencari keuntungan; dan lebih dari
sekedar menjalankan usaha, mereka menerapkan inovasi, etika bisnis dan tanggung
jawab sosial. Kegiatan ini diharapkan
menjadi pendobrak semangat kalangan muda untuk membangun wadah Start Up di Aceh, khususnya di bidang
Teknoprenur. Karena mengingat potensi alam yang begitu luar biasa, sudah
selayaknya dikebangkan dengan pemanfaatan teknologi.
Setelah
melalui proses seleksi, pada finalis yang terpilih akan mengikuti program
mentoring dan mempresentasikan usaha mereka pada para mentor BMC yang terdiri
dari para ahli dan teknoprenur berpengalaman, yaitu:
1. Tatang Santoso -
Praktisi Telekomunikasi dan VP Stratigic Planning & Management System PT
PINS Subsidiary, PT Telkom Tbk,
2. Radhi Darmansyah Praktisi Media Online dan Pendiri/Pemimpin The
Globe Journal
3. Irfan Sofni - Praktisi
Perbankan dan Mantan COO Salah Satu Bank Pembangunan Daerah
4. Muhammad Ilham Maulana -
Praktisi Energi terbaharukan dan Dosen Teknik Mesin Unsyiah
5. Rahmad Dawood -
Praktisi IT dan Dosen Teknik Elektro / Informatika Unsyiah
6. Ray Bae - Praktisi,
Investor IT dan Dirut Akomatika Perusahaan PMA Korea Selatan
Pendaftaran
awal Aceh BMC 2013 dibuka mulai 19 September sampai 19 Oktober 2013. Sedangkan
acara Final "Kompetisi Bisnis Model" tersebut akan digelar pada bulan
Januari 2014 mendatang. Aceh BMC 2013 merupakan salah satu tahap kualifikasi
International Business Model Competition (International BMC) dimana pemenang
dari Aceh BMC 2013 akan secara otomatis masuk menjadi finalis pada ajang
Internasional BMC. Acara workshop perdana digelar tanggal 5 Oktober 2013 di
laboratorium IPA terpadu Universitas Syiah Kuala.(Inc/Ja)
Tertarik untuk
menjadi calon enterpreneur dan mendaftarkan diri? Segara kunjungi:
●
Ikuti informasi terkini di twitter:
@AcehBMC